Salah satu pepatah Amerika mengatakan “Stick and stone may break my bones, but words will never hurt me”. Tongkat dan batu dapat mematahkan tulangku, tapi kata-kata takkan menyakitiku. Benarkah ?
Ada orang yang tak pernah memukul, tapi kata-katanya tajam menusuk dan menyakitkan hati. Ketika anak kita diledek temannya, kadang kita katakan ‘biar saja, jangan didengarkan’. Tapi dapatkan kita benar-benar tidak ambil perduli dengan apa yang orang lain katakan ?
Bagaimana dengan istri yang langsung diet ketat gila-gilaan begitu suaminya bilang ‘kamu sekarang gendut,ya.’ Atau anak muda yang nekat bunuh diri saat pacarnya bilang ‘aku tidak lagi cinta padamu’. Bagaimana dengan anak sekolah yang tega menembaki guru dan teman-temannya karena ia selalu jadi bahan bulan-bulanan dan ejekan di sekolah. Masih sederet lagi contoh-contoh lain, termasuk yang berakhir dengan hilangnya harga diri, bahkan perceraian !
Gary Chapman dalam bukunya Lima Bahasa Kasih, menuliskan tentang kata-kata pendukung. Kata-kata positif yang mendukung, menyemangati, membesarkan hati. Kata-kata yang ramah, baik, menghargai, penuh rasa maaf, dan menyiratkan kasih. Contoh yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah bagaimana ibu menenangkan anaknya yang menangis dengan kata-kata yang lembut. Atau Ayah yang membangkitkan semangat anaknya untuk terus bersekolah dan tekun belajar.
Lidah bisa menjadi pedang bermata dua, bisa menyelamatkan, bisa membunuh. Kadang kita mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, lalu kita lupa pernah mengatakan itu. Tapi bagi orang yang menjadi korbannya, walau tahun berlalu mungkin ia masih ingat dan sakit hati. Hendaknya kata-kata yang keluar dari mulut kita boleh menjadi berkat bagi orang lain. Terutama bagi pasangan dan anggota keluarga kita. Berpikirlah dulu sebelum berkata-kata. Hindari lontaran kata-kata kasar dalam kemarahan. Tahan diri untuk mengkritik. Berlatihlah untuk menyampaikan kata-kata penuh kasih, kata yang membangun dan memberi harapan.
Lidah memang tidak bertulang, berpikirlah dulu sebelum menyesal karena mengeluarkan kata-kata yang tak bisa ditarik kembali !
Ada orang yang tak pernah memukul, tapi kata-katanya tajam menusuk dan menyakitkan hati. Ketika anak kita diledek temannya, kadang kita katakan ‘biar saja, jangan didengarkan’. Tapi dapatkan kita benar-benar tidak ambil perduli dengan apa yang orang lain katakan ?
Bagaimana dengan istri yang langsung diet ketat gila-gilaan begitu suaminya bilang ‘kamu sekarang gendut,ya.’ Atau anak muda yang nekat bunuh diri saat pacarnya bilang ‘aku tidak lagi cinta padamu’. Bagaimana dengan anak sekolah yang tega menembaki guru dan teman-temannya karena ia selalu jadi bahan bulan-bulanan dan ejekan di sekolah. Masih sederet lagi contoh-contoh lain, termasuk yang berakhir dengan hilangnya harga diri, bahkan perceraian !
Gary Chapman dalam bukunya Lima Bahasa Kasih, menuliskan tentang kata-kata pendukung. Kata-kata positif yang mendukung, menyemangati, membesarkan hati. Kata-kata yang ramah, baik, menghargai, penuh rasa maaf, dan menyiratkan kasih. Contoh yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah bagaimana ibu menenangkan anaknya yang menangis dengan kata-kata yang lembut. Atau Ayah yang membangkitkan semangat anaknya untuk terus bersekolah dan tekun belajar.
Lidah bisa menjadi pedang bermata dua, bisa menyelamatkan, bisa membunuh. Kadang kita mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, lalu kita lupa pernah mengatakan itu. Tapi bagi orang yang menjadi korbannya, walau tahun berlalu mungkin ia masih ingat dan sakit hati. Hendaknya kata-kata yang keluar dari mulut kita boleh menjadi berkat bagi orang lain. Terutama bagi pasangan dan anggota keluarga kita. Berpikirlah dulu sebelum berkata-kata. Hindari lontaran kata-kata kasar dalam kemarahan. Tahan diri untuk mengkritik. Berlatihlah untuk menyampaikan kata-kata penuh kasih, kata yang membangun dan memberi harapan.
Lidah memang tidak bertulang, berpikirlah dulu sebelum menyesal karena mengeluarkan kata-kata yang tak bisa ditarik kembali !
Tuesday, January 11, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar