sumber gambar: http://inspirasi.resepnusantara.com/tracs/2012/02/duduk-sejenak/#more
Saat banyak orang ingin bicara ini dan
itu tapi justru kita ingin diam, atau saat orang-orang beramai-ramai
mengatakan “iya” padahal kita ingin berkata “TIDAK!!!” tapi dengan
kelunya lidah ini kita tak bisa berbuat sesuai apa yang kita inginkan.
Sakit, sakit memang. Lantas, apa yang harus kita lakukan?
Jika tanpa terasa idealisme kita
tergeser lantaran pikiran kita terbawa arus yang kita tidak
menyadarinya. Belum lagi kondisi jiwa kita yang terus bergejolak
mempengaruhi pikiran kita. Dalih kita, “Ya memang, begitulah kehidupan”.
Kehidupan memang meletihkan. Kita jadi tidak peduli dengan situasi dan
kondisi. Lelah, itulah yang sering kita rasakan. Kita jadi sering
merasakan kejenuhan. Wajarkah? Sangat wajar.
Tapi yang harus kita ingat, gelombang
dan badai itu harus dipahami sebagai ladang ujian, problematika hidup
merupakan hal tidak bisa dipisahkan dari hidup, pahit getir menjadi
bumbu yang harus dirasakan oleh setiap kita, jatuh bangun adalah tangga
yang harus dilalui dalam menggapai sebuah cita-cita. Jangan pernah ada
perasaan pesimis apalagi putus asa karena di balik semua itu pasti ada
sesuatu yang dapat kita jadikan pengalaman yang berarti.
Lalu yang kita perlukan adalah berhenti
sejenak. Berhenti ini tentu saja bukan berarti selesai atau sampai di
sini. Ini untuk menjaga ketajaman diri kita agar bisa menangani masalah
hidup dengan lebih baik. Nah, bayangkan kita sedang jalan-jalan ke hutan
dan bertemu dengan seseorang yang sedang mati-matian memotong pohon.
“Sedang ngapain?” kamu tanya.
“Menggergaji pohon”, jawabnya.
“Sudah berapa lama kamu menggergaji?”
“Empat jam, tetapi banyak kemajuan kok,” katanya, dengan keringat menetes dari dagunya.
“Rasanya gergajinya sudah tumpul”, katamu. “Mengapa tidak istirahat dulu sambil mengasahnya?”
“Mana mungkin, tolol. Aku sedang sibuk menggergaji”.
Akhirnya kita semua tahu siapa yang tolol, bukan?
Intinya, kita butuh waktu untuk melihat
kondisi kita. Kita terkadang lupa bahwa ada yang harus kita tengok dalam
diri kita, “ruhiyah” kita. Tentang nilai tertinggi dalam diri kita.
Tentang kepercayaan atau keyakinan, inilah tentang keimanan. Kondisi
yang selalu membutuhkan suasana yang teduh, tenang sehingga ia menjadi
kekuatan yang akan melindungi jiwa kita dari berbagai rintangan dan
halangan. Kita butuh ketegaran jiwa dalam menghadapi hiruk-pikuk
kehidupan. Barangkali yang paling tepat adalah seperti yang senantiasa
diajarkan oleh Muadz bin Jabal ra, kepada sahabatnya dengan ungkapannya
yang menyejukkan hati mereka, “Mari (kita) duduk sesaat untuk beriman”.
Sumber: http://inspirasi.resepnusantara.com/tracs/2012/02/duduk-sejenak/#more
Sumber: http://inspirasi.resepnusantara.com/tracs/2012/02/duduk-sejenak/#more
Tidak ada komentar:
Posting Komentar