Pages

7.11.2011

Catatan Di Suatu Hari


#1 Tanya Di Suatu Pagi Hari...
 
Rintik hujan turun pagi ini. Sinar matahari sedikit saja menerangi duniaku. Hawa dingin yang menerpa raga nyata-nyatanya selimuti hati yang di dalam dada. Kesendirianku menjalani hidup menambah sendu. Merdu suara hujan, rayuan hembusan angin lebih terdengar layaknya tangisan anak. Di mana kini duniaku?

“Bisa tolong jelaskan, jalan mana ya yang harus kuambil dari sini?”
“Tergantung kamu maunya kemana”, jawab sang kucing.
“Ke mana juga boleh”, kata Alice.
“Ya, kalau begitu, jalan manapun boleh kamu ambil”, kata sang kucing.
DARI ALICE’S ADVENTURES IN WONDERLAND

#2 Asaku Di Suatu Senja Hari...

Dengan sepenuh hati, lisan ini berdoa kepada Allah bahwa mudah-mudahan Allah senantiasa memakmurkan tempat ini. Tempat di mana semasa kanak-kanak dahulu aku belajar tentang bagaimana bangkit dan berjuang untuk melangkah dan berjalan. Mendapatkan cinta dan kasih-sayang tulus ikhlas orangtua. Persaudaraan dan kebersamaan dalam kekerabatan. Di tempat yang menjadi naungan saat kembali kita, di tempat peristirahatan kala kepenatan mendera jiwa dan raga. Ya, di tempat ini, di sini, rumah ini.

Aku kemudian belajar untuk tumbuh dewasa mengarungi samudera kehidupan.

Aku tahu tidak semua rumah sama. Jiwa-jiwa didalamnya yang melahirkan perbedaan, bisa atas apa yang dilihat oleh mata, bahkan lebih dari itu, yakni atas apa yang dirasa oleh hati. Rumah yang baik selalu indah dipandang mata dan mengesankan saat dirasakan hati. Namun demikian, keindahan dan kenyamanan tidaklah membuat jiwa-jiwa didalamnya berdiam diri saja. Sebaliknya, ada gelora yang membara untuk menggugah dunia fana. Menjadi sebuah tempat mengisi ulang kekuatan untuk berjuang diluarnya.

#3 Dan Kini Malam pun Tiba...

“Jauh lebih baik berlayar selamanya dimalam kebutaan. Tetapi mempunyai perasaan dan pikiran, daripada hanya berpuas diri dengan kemampuan untuk melihat semata.” – Helen Keller.

Harus bisa dengan baik merenung. Ya, harus bisa merenung. Merenung yang tak sembarang merenung. Lebih dari itu, hasilnya adalah sesuatu yang harus bermakna. Sebaiknya tidak bagi diri sendiri saja, tapi juga bermakna untuk kehidupan.

Disetiap siang dan malam, sang perindu senantiasa merindukan yang dirindukannya.
Layaknya bulan dan bintang yang tak bersamaan menerangi malam di malam ini.
Namun, berharap suatu malam nanti,
esok atau lusa,
kembali bersama-sama tuk menerangi dunia malam, hati sang perindu.
Semarakkan dunia yang konon, baginya kini, sedang terbang melayang tanpa arah.
Rindu yang tertanam dalam dua hati,
saling menebar cinta.
Mengkokohkan kasih Tuhan.
Melalui sayap-sayap malaikat-Nya, mempertegas arah menuju kekasih yang ditunggu kehadirannya.

Sumber:
http://www.ansopiy.com/2011/07/catatan-di-suatu-hari.html

1 komentar: